
2025-08-10
Sampah organik rumah tangga seperti sisa makanan, sayur, buah, dan limbah dapur lainnya masih sering dibuang begitu saja tanpa pengolahan yang tepat. Masyarakat belum mengetahui bahwa sampah organik yang dibiarkan menumpuk bukan hanya menimbulkan bau tak sedap dan mengundang hama, tetapi juga menyumbang pencemaran lingkungan dan potensi penyebaran penyakit. Padahal, jika dikelola dengan benar, sampah organik dapat diubah menjadi sumber daya yang bermanfaat, baik dari segi ekonomi maupun ekologi.
Sebagai solusi dari permasalahan ini, Andini Aprila Putri sebagai mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada dari Departemen Kimia memperkenalkan program “Solusi Cerdas Mengolah Sampah Organik Berbasis Maggot” di Desa Palongaan, Kecamatan Tobadak, Mamuju Tengah, Sulawesi Barat. Program ini merupakan bentuk kontribusi nyata dalam menghadirkan solusi berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dengan sistem pengelolaan sampah rumah tangga yang belum memadai.
Program ini mengenalkan konsep pemanfaatan maggot (larva lalat Black Soldier Fly/BSF) sebagai pengurai sampah organik secara alami, cepat, dan ramah lingkungan. Maggot BSF mampu mengurai limbah organik dalam waktu singkat tanpa menimbulkan bau busuk. Larva ini juga bermanfaat sebagai pakan ternak yang kaya akan protein dan pupuk organik dari sisa penguraiannya.
Tahapan budidaya maggot diawali dengan penetasan telur lalat Black Soldier Fly (BSF) ke dalam media fermentasi yang telah dipersiapkan. media fermentasi yang terdiri dari campuran dedak, gula, masako, yakult, dan air. Media ini biasanya terdiri dari campuran dedak, gula, masako, yakult, dan air, yang difermentasi selama 3–5 hari hingga memiliki aroma khas yang menarik lalat BSF untuk bertelur. Telur kemudian diletakkan oleh lalat pada daun/kardus yang disediakan di atasnya. Setelah 2–4 hari, telur akan menetas menjadi larva atau maggot. Pada tahap awal ini, larva mulai memakan media fermentasi sebagai sumber nutrisi awal. Setelah larva tampak aktif dan tumbuh, pemberian pakan berupa limbah organik basah dilakukan secara bertahap. Jenis pakan bisa berupa sisa sayur, buah-buahan busuk, nasi basi, ampas tahu, atau limbah dapur lainnya. Pakan sebaiknya dipotong kecil agar lebih cepat terurai dan mudah dikonsumsi oleh maggot. Pemberian pakan dilakukan 1–2 kali sehari sesuai kebutuhan dan jumlah maggot yang tumbuh.
Dalam kurun waktu 14 hingga 18 hari, maggot akan tumbuh menjadi larva dewasa (prepupa) yang ditandai dengan perubahan warna menjadi coklat tua dan gerakan yang melambat. Pada tahap ini, maggot siap dipanen dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak berkualitas tinggi, atau dapat disisihkan untuk memasuki fase berikutnya menjadi pupa dan lalat dewasa sebagai bagian dari siklus regenerasi koloni BSF.
Melalui program ini, masyarakat tidak hanya belajar mengolah sampah organik secara mandiri, tetapi juga mulai memahami bahwa limbah rumah tangga bukan sekadar sesuatu yang harus dibuang, melainkan dapat menjadi sumber daya bernilai ekonomi dan ekologis. Edukasi mengenai budidaya maggot mendorong perubahan pola pikir masyarakat terhadap sampah, dari yang semula dianggap sebagai masalah menjadi peluang. Dengan penerapan yang mudah dan biaya yang relatif rendah, budidaya maggot sangat memungkinkan untuk dikembangkan secara berkelanjutan. Harapannya, metode ini juga dapat diorganisasi dalam skala komunitas, sekolah, atau kelompok tani sebagai solusi sederhana namun berdampak besar. Selain menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, inisiatif ini juga mendukung gerakan hidup berkelanjutan dan Zero Waste yang kini semakin relevan di tengah isu perubahan iklim dan krisis sampah.